Waspada Hoarding Disorder! Ketika Menyimpan Barang Jadi Kecanduan dan Menghancurkan Hidup Perlahan
Waspada Hoarding Disorder! Ketika Menyimpan Barang Jadi Kecanduan dan Menghancurkan Hidup Perlahan - Hoarding Disorder adalah gangguan mental yang membuat seseorang sulit membuang barang-barang, bahkan yang sudah tidak berguna atau tidak bernilai sama sekali. Pengidapnya memiliki dorongan kuat untuk terus menyimpan berbagai benda karena takut kehilangan, merasa barang tersebut “masih bisa dipakai”, atau memiliki nilai emosional yang tidak realistis. Akibatnya, rumah mereka bisa penuh sesak, berantakan, bahkan tidak layak huni.
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), Hoarding Disorder dikategorikan sebagai gangguan psikologis yang berdiri sendiri, bukan sekadar bagian dari sifat pelit atau malas. Ini adalah penyakit psikologis yang nyata, di mana penderitanya mengalami kesulitan mengendalikan dorongan untuk menimbun. Bagi banyak orang, sekadar menyingkirkan majalah lama mungkin hal sepele, tetapi bagi penderita Hoarding Disorder, tindakan itu bisa menimbulkan kecemasan ekstrem.
Ciri-Ciri dan Tanda Awal Hoarding Disorder
Mengenali Hoarding Disorder sejak dini sangat penting. Beberapa ciri khasnya antara lain:
-
Sulit membuang barang apapun.
Bahkan benda sepele seperti botol kosong, kertas bekas, atau pakaian rusak pun tetap disimpan. -
Rasa keterikatan emosional yang berlebihan terhadap barang.
Penderita merasa barang-barang itu bagian dari dirinya, atau memiliki kenangan yang tidak tergantikan. -
Kekacauan di rumah atau tempat kerja.
Barang menumpuk di setiap sudut ruangan — di meja, lantai, tempat tidur, hingga kamar mandi. -
Stres dan kecemasan jika diminta membereskan.
Saat orang lain mencoba membantu membuang barang, penderita akan merasa marah, panik, bahkan tersinggung. -
Gangguan dalam kehidupan sosial.
Banyak penderita Hoarding Disorder merasa malu mengundang tamu karena rumah mereka berantakan. Akibatnya, mereka mengisolasi diri dan merasa kesepian.
Apakah Hoarding Disorder Termasuk Penyakit Psikologis?
Jawabannya: ya, Hoarding Disorder termasuk penyakit psikologis. Gangguan ini tidak hanya soal kebiasaan buruk menimbun barang, tetapi sudah melibatkan disfungsi pada sistem berpikir dan pengambilan keputusan.
Secara neurologis, penelitian menunjukkan bahwa bagian otak yang berperan dalam pengambilan keputusan (anterior cingulate cortex) dan pengendalian emosi (insula) berfungsi secara berbeda pada penderita Hoarding Disorder. Hal ini membuat mereka sulit menilai mana barang yang layak disimpan dan mana yang tidak.
Hoarding Disorder sering kali muncul bersamaan dengan gangguan mental lain seperti:
-
Obsessive-Compulsive Disorder (OCD)
-
Depresi
-
Gangguan kecemasan umum (GAD)
-
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
Artinya, Hoarding Disorder bukan hanya “masalah kebersihan” atau “kebiasaan buruk”, melainkan gejala dari gangguan psikologis yang lebih dalam.
Penyebab Hoarding Disorder
Hoarding Disorder tidak muncul secara tiba-tiba. Ada berbagai faktor yang bisa memicu seseorang mengembangkan gangguan ini:
1. Faktor Emosional dan Trauma
Banyak kasus Hoarding Disorder diawali oleh pengalaman traumatis, seperti kehilangan orang yang dicintai, perceraian, atau kebangkrutan. Menyimpan barang menjadi cara untuk menenangkan diri dan merasa “masih memiliki sesuatu”.
2. Pola Asuh dan Lingkungan
Jika seseorang tumbuh dalam keluarga yang terbiasa menyimpan barang berlebihan atau tidak pernah membuang apapun, perilaku itu bisa terbentuk sejak kecil.
3. Masalah Kognitif
Penderita Hoarding Disorder sering mengalami kesulitan dalam membuat keputusan dan mengorganisasi barang. Mereka bingung menilai nilai penting suatu benda, sehingga akhirnya menyimpan semuanya.
4. Ketergantungan Emosional terhadap Barang
Bagi penderita Hoarding Disorder, barang bukan sekadar benda. Mereka merasa setiap barang menyimpan kenangan, identitas, bahkan rasa aman.
5. Faktor Genetik
Beberapa penelitian menemukan bahwa Hoarding Disorder bisa memiliki komponen genetik. Jika salah satu anggota keluarga memiliki gangguan serupa, risiko meningkat.
Apakah Pengidap Hoarding Disorder Menyadari Kondisinya?
Menariknya, sebagian besar penderita Hoarding Disorder tidak menyadari bahwa mereka memiliki masalah psikologis.
Mereka cenderung menganggap perilaku menimbun itu normal atau masih terkendali. Bahkan ketika lingkungan sudah terganggu, atau orang terdekat mengeluh, mereka tetap menolak anggapan bahwa perilaku tersebut salah.
Beberapa penderita mungkin menyadari kesulitan mereka dalam menyingkirkan barang, namun merasa tidak mampu mengatasinya. Mereka tahu rumahnya berantakan, tetapi pikiran untuk membuang barang menimbulkan stres dan rasa kehilangan yang mendalam.
Inilah mengapa Hoarding Disorder sering baru terdeteksi ketika kondisinya sudah parah — misalnya rumah tidak bisa dihuni, kesehatan terganggu karena debu dan kotoran, atau terjadi konflik dengan keluarga.
Dampak Hoarding Disorder dalam Kehidupan
Dampak Hoarding Disorder bisa sangat serius, tidak hanya bagi penderitanya tetapi juga orang di sekitarnya:
-
Masalah Kesehatan dan Keselamatan
Rumah yang penuh barang bisa memicu bahaya kebakaran, penumpukan debu, jamur, dan gangguan pernapasan. -
Gangguan Sosial dan Keluarga
Penderita sering dijauhi karena perilaku mereka membuat anggota keluarga stres. Banyak pernikahan yang berakhir karena salah satu pasangan menderita Hoarding Disorder. -
Masalah Finansial
Beberapa penderita terus membeli barang baru karena merasa “perlu”, hingga menguras tabungan. -
Kehilangan Identitas dan Harga Diri
Rasa malu, penolakan sosial, dan isolasi bisa memperburuk depresi serta memperkuat siklus Hoarding Disorder.
Apakah Hoarding Disorder Bisa Disembuhkan?
Kabar baiknya, Hoarding Disorder bisa dikendalikan dan ditangani, meskipun tidak selalu sembuh total dalam waktu singkat. Proses pemulihan biasanya melibatkan terapi psikologis, perubahan perilaku, dan dukungan sosial.
1. Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
CBT adalah terapi paling umum untuk Hoarding Disorder. Melalui CBT, penderita diajak memahami pola pikir yang membuat mereka sulit membuang barang dan belajar menilai nilai sebenarnya dari setiap benda.
Terapi ini juga membantu mengatasi rasa cemas dan ketakutan kehilangan.
2. Terapi Eksposur
Dalam terapi ini, penderita secara bertahap diajak untuk membuang atau mendonasikan barang-barang dengan pendampingan psikolog. Prosesnya bertahap, dimulai dari barang yang paling mudah dilepaskan.
3. Dukungan Keluarga
Keluarga memiliki peran penting. Alih-alih memaksa atau menghakimi, keluarga sebaiknya membantu dengan empati dan sabar, memberi rasa aman agar penderita berani melepas barang.
4. Pengobatan Medis
Dalam beberapa kasus, dokter bisa meresepkan antidepresan atau obat anti-kecemasan untuk membantu menstabilkan emosi penderita Hoarding Disorder.
5. Program Komunitas
Beberapa kota besar memiliki komunitas pendukung atau kelompok terapi bagi penderita Hoarding Disorder. Berbagi pengalaman dengan sesama penderita bisa mempercepat proses pemulihan.
Langkah Pencegahan dan Cara Mengontrol Hoarding Disorder
Bagi kamu yang mulai merasa sulit membuang barang, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah Hoarding Disorder semakin parah:
-
Mulai dengan area kecil.
Misalnya satu meja atau satu lemari. Fokus pada bagian itu saja. -
Gunakan metode “keep or toss”.
Jika barang tidak digunakan selama 6 bulan terakhir, pertimbangkan untuk dibuang atau didonasikan. -
Batasi kebiasaan belanja impulsif.
Sebelum membeli barang, tanyakan pada diri sendiri: “Apakah aku benar-benar butuh ini?” -
Minta bantuan profesional jika sulit mengendalikan.
Jangan menunggu sampai rumahmu dipenuhi tumpukan barang. -
Libatkan teman atau keluarga.
Mereka bisa membantu menilai secara objektif barang mana yang benar-benar penting.
Jangan Remehkan Hoarding Disorder
Hoarding Disorder bukan sekadar masalah kebiasaan menimbun, melainkan gangguan psikologis yang kompleks dan butuh penanganan serius. Orang dengan Hoarding Disorder sering kali tidak menyadari bahwa mereka memiliki masalah, sehingga penting bagi lingkungan sekitar untuk memahami dan mendukung tanpa menghakimi.
Penyebabnya bisa berasal dari trauma, ketakutan kehilangan, atau gangguan kognitif. Namun, dengan terapi yang tepat, dukungan keluarga, dan kemauan kuat, Hoarding Disorder bisa diatasi. Prosesnya memang tidak mudah, tapi bukan tidak mungkin.
Ingat, hidup bukan tentang berapa banyak yang kamu simpan, tapi seberapa lega kamu bisa melepaskan. Karena terkadang, membuang berarti menyembuhkan — dan itulah langkah pertama untuk lepas dari belenggu Hoarding Disorder.
Baca Juga : PENYAKIT CEWEK SELALU MEMILIH COWOK GOODBOY LALU MENYESAL!
No comments for "Waspada Hoarding Disorder! Ketika Menyimpan Barang Jadi Kecanduan dan Menghancurkan Hidup Perlahan"
Post a Comment