Hati-Hati, Self Reward yang Ternyata Menghancurkan Diri Kita Sendiri!

Hati-Hati, Self Reward yang Ternyata Menghancurkan Diri Kita Sendiri! - Dalam kehidupan modern yang penuh tekanan, istilah Self Reward semakin populer. Banyak orang percaya bahwa memberi penghargaan kepada diri sendiri setelah bekerja keras adalah cara sehat untuk menjaga motivasi dan kebahagiaan. Namun, di balik citra positif tersebut, ada sisi gelap yang jarang dibicarakan. Jika dilakukan secara berlebihan atau tanpa kontrol, Self Reward justru bisa menghancurkan diri kita sendiri, baik dari segi finansial, kesehatan mental, maupun kualitas hidup. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa kita terjebak disituasi atau lingkungan yang membuat diri kita stres atau memikul beban yang terlalu berat itu bisa membuat kita merasa diri kita butuh hiburan atau hal-hal yang bisa memuaskan diri kita. Namun apakah kalian paham bahwa jika kalian Self Reward kepada diri sendiri, ada hal yang ternyata bisa membuat kita semakin susah.

Artikel ini akan membahas apa itu Self Reward, mengapa bisa menjadi pedang bermata dua, hingga bagaimana cara melakukannya dengan bijak agar tidak berubah menjadi kebiasaan yang merusak.

Apa Itu Self Reward?

Secara sederhana, Self Reward adalah tindakan memberi hadiah kepada diri sendiri setelah mencapai sesuatu. Hadiah ini bisa berupa:

  • Membeli barang yang diinginkan.

  • Makan makanan enak atau mahal.

  • Liburan singkat.

  • Menghabiskan waktu untuk hobi.

Konsep ini sebenarnya berangkat dari psikologi perilaku, yaitu reinforcement atau penguatan. Dengan memberikan penghargaan setelah bekerja keras, otak kita merasa lebih termotivasi untuk mengulangi usaha tersebut.

Namun, masalah muncul ketika Self Reward dijadikan alasan untuk terus memanjakan diri tanpa pertimbangan. Inilah yang membuat konsep sehat berubah menjadi bom waktu yang menghancurkan.


Ilusi Kebahagiaan dari Self Reward

Banyak orang percaya bahwa Self Reward akan memberikan kebahagiaan instan. Contohnya:

  • Setelah lembur seminggu penuh, seseorang membeli gadget baru.

  • Setelah berhasil diet seminggu, seseorang mengonsumsi makanan cepat saji berlebihan.

  • Setelah mencapai target kerja, seseorang belanja online tanpa batas.

Kebahagiaan itu memang nyata, tetapi sifatnya sementara. Otak mendapatkan dopamine hit dari hadiah tersebut, tetapi begitu efeknya hilang, rasa hampa bisa muncul. Akibatnya, orang akan terus mencari Self Reward berikutnya untuk menutupi kekosongan.

Jika dibiarkan, hal ini bisa berujung pada cycle of reward yang tidak sehat. Kita bukan lagi memberi penghargaan karena benar-benar layak, melainkan karena kecanduan sensasi sesaat.

Self Reward dan Kehancuran Finansial

Salah satu dampak terbesar dari Self Reward adalah masalah finansial. Banyak orang menggunakan uang sebagai bentuk penghargaan pada diri sendiri tanpa menghitung kemampuan. Contoh nyata:

  • Belanja barang branded dengan alasan “ini kan self reward”.

  • Mengambil cicilan baru padahal tabungan minim.

  • Jajan online setiap hari dengan dalih menghargai diri.

Dalam jangka panjang, kebiasaan ini bisa menyebabkan:

  • Hutang menumpuk.

  • Tabungan terkuras.

  • Tidak memiliki dana darurat.

Ironisnya, niat awal untuk membuat diri bahagia justru membawa stres baru karena masalah keuangan. Inilah bentuk nyata bagaimana Self Reward bisa menghancurkan hidup jika tidak terkendali.



Dampak Psikologis: Ketergantungan Emosional

Selain keuangan, Self Reward yang salah juga menghancurkan mental. Ketika seseorang terbiasa memanjakan diri dengan alasan apa pun, mereka bisa kehilangan kemampuan untuk menunda kesenangan (delay gratification).

Akibatnya:

  • Motivasi intrinsik menurun – Kita hanya mau berusaha jika ada hadiah.

  • Kecanduan dopamine – Otak terus mencari sensasi dari hadiah instan.

  • Perasaan bersalah – Setelah memberi self reward berlebihan, muncul rasa menyesal.

Kondisi ini mirip dengan kecanduan. Sama seperti orang yang butuh rokok atau alkohol untuk merasa lega, orang yang kecanduan Self Reward butuh belanja, makan, atau hiburan berlebihan agar merasa “hidup”.


Self Reward yang Menghancurkan Kesehatan Fisik

Selain keuangan dan mental, kesehatan fisik juga bisa terdampak. Contoh nyata yang sering terjadi:

  • Diet berhasil seminggu, lalu makan junk food berlebihan sebagai Self Reward.

  • Olahraga rutin sebulan, lalu berhenti karena merasa sudah pantas istirahat panjang.

  • Stres kerja, lalu menjadikan makanan manis dan gorengan sebagai pelarian.

Jika kebiasaan ini terus berlangsung, risiko kesehatan meningkat:

  • Obesitas.

  • Penyakit jantung.

  • Diabetes.

  • Gangguan tidur.

Padahal tujuan awal Self Reward adalah menjaga semangat, tetapi hasil akhirnya justru merusak tubuh.

Budaya Konsumtif dan Self Reward

Media sosial berperan besar dalam memperparah fenomena Self Reward. Ungkapan seperti “Treat yourself, you deserve it” atau “Belanja dulu, masalah belakangan” menjadi slogan tak tertulis yang mendorong orang semakin konsumtif.

Fenomena haul video, unboxing, hingga healing trip juga memperkuat keyakinan bahwa self reward identik dengan konsumsi besar-besaran. Akhirnya, banyak orang membandingkan dirinya dengan orang lain, lalu merasa harus memberi hadiah yang sama atau lebih agar tidak kalah gengsi.

Padahal, konsep Self Reward sejatinya personal. Tidak ada standar bahwa penghargaan pada diri harus berupa barang mahal atau liburan mewah.


Self Reward dan Lingkaran Setan Produktivitas

Ada satu paradoks menarik: orang yang terlalu sering menggunakan Self Reward justru bisa kehilangan produktivitas. Mengapa? Karena otak mulai mengaitkan usaha hanya dengan hadiah eksternal, bukan dengan kepuasan kerja itu sendiri.

Akibatnya:

  • Jika tidak ada self reward, motivasi hilang.

  • Jika target kecil pun dirayakan dengan hadiah besar, maka pencapaian besar terasa tidak istimewa lagi.

  • Jika gagal mencapai target, orang merasa berhak memberi self reward untuk menghibur diri (reverse logic).

Lingkaran setan ini membuat Self Reward bukan lagi sarana motivasi, melainkan alasan untuk terus malas.


Tanda-Tanda Self Reward Sudah Merusak

Agar lebih waspada, berikut tanda bahwa Self Reward sudah mengarah ke kebiasaan yang menghancurkan:

  1. Selalu mencari alasan untuk membeli atau mengonsumsi sesuatu.

  2. Lebih sering reward daripada usaha nyata.

  3. Keuangan terganggu karena kebiasaan memberi hadiah pada diri sendiri.

  4. Rasa bersalah muncul setelah melakukan self reward.

  5. Tidak bisa berhenti meski sadar kebiasaan itu salah.

Jika tanda-tanda ini sudah muncul, artinya konsep Self Reward sudah berubah menjadi bentuk self sabotage (merusak diri sendiri).


Cara Bijak Melakukan Self Reward

Self reward tidak selalu buruk, asal dilakukan dengan kontrol. Beberapa cara bijak antara lain:

  • Tentukan batasan – Misalnya hanya memberi reward setelah pencapaian besar, bukan setiap hari.

  • Gunakan hadiah non-materi – Seperti istirahat sejenak, jalan santai, atau waktu berkualitas dengan teman.

  • Pilih reward yang sehat – Membaca buku, olahraga, atau menonton film favorit tanpa biaya besar.

  • Catat pengeluaran – Agar reward tidak menghancurkan finansial.

  • Latih delay gratification – Belajar menunda hadiah hingga benar-benar layak didapatkan.

Dengan cara ini, Self Reward bisa kembali menjadi sarana motivasi positif, bukan alat perusak.

Self Reward memang penting sebagai bentuk penghargaan diri, tetapi jika dilakukan berlebihan, ia berubah menjadi bumerang. Banyak orang tanpa sadar menjadikan self reward sebagai alasan untuk terus boros, makan berlebihan, atau bermalas-malasan. Dampaknya bisa menghancurkan finansial, kesehatan mental, bahkan fisik.

Kuncinya adalah kontrol dan kesadaran. Self reward yang sehat seharusnya sederhana, proporsional, dan benar-benar sejalan dengan tujuan hidup jangka panjang. Jangan sampai self reward yang dimaksudkan untuk membuat kita bahagia justru menjadi bom waktu yang menghancurkan diri sendiri.


Baca Juga : Jangan Sampai Jadi Korban Tipuan Dukun Santet, Apalagi Sampai Berhubungan Intim!


No comments for "Hati-Hati, Self Reward yang Ternyata Menghancurkan Diri Kita Sendiri!"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel